Sunday, March 25, 2012

Lelaki Sederhana yang Istimewa



Rumah sederhana di sudut kota Batu. Berpenghuni seorang perempuan dan empat orang laki-laki. Lelaki tertua sebagai kepala keluarga, sedangkan perempuan tertua sebagai anak kedua karena lelaki tertua itu telah bercerai dari istrinya belasan tahun yang lalu. Entah apa yang menyebabkan mereka memutuskan berpisah.
Hal pertama yang kufikirkan dari broken home adalah kondisi anak yang “kurang terurus”. Apalagi jika sang anak ikut dengan ayahnya. Ternyata kali ini fakta membukakan mataku bahwa perceraian bukan berarti terputusnya kasih sayang dan perhatian orang tua kepada anak.
Anak lelaki pertama telah bekerja membantu sang ayah menopang kebutuhan hidup keluarga mereka. Anak lelaki yang baik. Tidak neko-neko alias hidup dengan lurus tidak terkena pergaulan yang gak jelas.
Anak kedua yang solehah dan cantik. Purna sudah tugas sang ayah untuk mendidiknya karena sang putri telah bertemu dengan sang pangeran dan hidup dalam bahtera rumah tangga yang insya Allah sakinah.
Anak ketiga duduk di bangku kelas 2 SMU, dan si kecil duduk di bangku kelas 1 SMU. Sungguh anak yang manis dan sopan. Di usia ABG seperti mereka rasanya bukan hal aneh saat bertingkah sedikit “nakal” atau “memberontak” kepada orang tuanya. Nyatanya hal itu sama sekali tidak ada dalam keseharian mereka. Sang kakak tinggal di pondok sedangkan sang adik di rumah menemani sang ayah meskipun mereka belajar di sekolah yang sama. Sang ayah mengantar langsung dan mengurus semua urusan sekolah sang anak dan dengan sangat sopan menitipkan pendidikan kedua putra mereka kepada guru-guru mereka.
Pada suatu kesempatan aku bercakap-cakap kepada si bungsu.
Saat kutanya padanya, “kamu sering ketemu sama ibu?”
Dia menjawab, “jarang, Cuma sesekali aja selain Lebaran.”
“Ibu udah menikah?”
“Udah, udah punya anak sama suaminya yang sekarang”
“Ayah gak menikah lagi?”
“Nggak.”
“Kamu benci gak sama ibumu?”
“Enggak.”
“Marah?”
“Enggak.”
“Pas nikahnya kakak kemaren, ibu dateng gak?”
“Dateng, ikut bantuin juga dari awal ko.”
“Mmm... Ayah sama ibu terlihat bertengkar nggak?”
“Nggak sama sekali. Gak Cuma pas nikahnya kakak, dari dulu emang aku gak pernah lihat mereka bertengkar”
Hm, detik itu juga aku langsung berfikir kalau sang ayah begitu hebatnya mengkondisikan dirinya sendiri dan anak-anaknya. Pasti ada sesuatu yang sangat berat sehingga mereka memutuskan untuk bercerai, tetapi mereka tidak memberikan gambaran negetif kepada sang anak. Mungkin karena si bungsu belum dewasa sehingga sang ayah tidak menceritakan keadaan yang sebenarnya.
Gak bisa dibayangkan juga berinteraksi dengan mantan istri yang sudah memiliki keluarga sendiri mengurus semua keperluan pernikahan sang anak sedangkan dia sendiri tetap bertahan dengan kesendiriannya. Kalau saja dia mau dia bisa saja membuat anak-anaknya membenci ibu mereka. Tapi hal itu tidak dilakukannya. Betapa lelaki itu sangat pandai membahasakan kepada anak-anaknya bahwa kegagalan pernikahan bukan berarti menanamkan rasa benci kepada orang tua.

Semoga bermanfaat


Aaan Ade

Saturday, December 17, 2011

Maafkan Aku Akhi


Maafkan aku akhi,
Maaf jika harus kuungkapkan kebenaran yang menyakitkan.
Dulu aku jatuh cinta padamu. Saat aku melihat pakaian yang engkau kenakan. Ah, betapa indahnya baju koko itu di wajah teduhmu. Sederhana tapi bersahaja. Juga celana kain di atas mata kaki itu, yang katamu “tidak isbal”. Hm, betapa engkau mencintai sunnah junjungan kita.
Dulu aku jatuh cinta padamu. Saat aku melihatmu menundukkan pandangan saat bertemu dengan para wanita. Kau juga menolak untuk bersalaman dengan mereka. Sungguh mengagumkanku, betapa engkau menjaga pandangan dan sentuhanmu dari yang bukan muhrim.
Dulu aku jatuh cinta padamu. Saat mendengar suara merdumu melantunkan ayat-ayat-Nya, betapa terdenganr syahdu. Ah betapa indahnya saat aku bisa mendengarnya sesering mungkin. Pasti engkau adalah sosok yang sangat mencintai-Nya.
Dulu aku jatuh cinta padamu. Saat melihatmu tertawa bersama kawan-kawanmu di serambi masjid usai sholat berjama’ah. Subhanallah, semoga engkau istiqomah…
Dulu aku jatuh cinta padamu. Saat aku mendengar bagaimana engkau memimpin suatu kegiatan. Mulai dari rapat, baksos, aksi, penggalangan dana, dan masih banyak lagi. Betapa tegas dan berkarakter untuk menjadi seorang pemimpin.
Dulu aku jatuh cinta padamu. Saat melihatmu berdiri diantara para demonstran membela palestina yang tertindas.  Berdiri tegak dan meneriakkan dengan lantang kalimat indah takbir, “Allahuakbar!!!”. Ah, betapa engkau mulia karena membela kaum muslim yang lemah.
Ya, dulu aku memang jatuh cinta padamu. Sebelum aku tahu bahwa engkau sering bermain hati dengan para wanita. Kau memberi kalimat penyemangat setiap hari kepada mereka. Tanpa mereka sadari bahwa kalimat itu tidak hanya untuk satu wanita, dan kau manfaatkan itu. Kau kepakkan sayap pesonamu selebar-lebarnya.
Ya, dulu aku memang jatuh cinta padamu. Sebelum aku tahu bahwa engkau begitu terobsesi pada wanita cantik. Hm, bukankah dirimu sendiri yang getol mengumumkan, bahwa wanita cantik karena agama dan akhlaknya? Ternyata dirimu jugalah yang melanggar apa yang engkau gaungkan selama ini. Kau bilang, “Apalagi yang dicari kalau bukan cantik? Kalau soal sholihah itu bisa diatur.”
Ya, dulu aku memang jatuh cinta padamu. Sebelum aku tahu bahwa engkau gemar mempermainkan wanita. Kau manfaatkan pesonamu untuk menjerat mereka, membuat mereka berharap padamu dan kau campakkan saat kau merasa mereka tidak cantik dan tidak layak bersanding denganmu.
Ya, dulu aku memang jatuh cinta padamu. Sebelum aku tahu ternyata engkau tidak pernah mengindahkan mereka yang berkerudung pendek, bercelana jeans, berkaos ketat, dan sebagainya. Kau perlakukan mereka layaknya mereka kafir atau tidak faham agama. Lupakah engkau bahwa engkau juga manusia?

Tak ada yang sempurna dari setiap sosok yang diukir-Nya. Tapi janganlah menganggap diri sempurna hingga berani menganggap diri lebih baik daripada yang lain. Naudzubillah… 

Semoga bermanfaat…



Aan Ade

Aku Ingin Pulang

Aku ingin pulang. Aku rindu rongga indah rumah di hatiku. Tak ada yang lain mengganggu, cukup hanya ada aku dan Kau dalam ruang kita. Kita bisa bebas bercengkerama tanpa ada orang lain mengusik.
Aku ingin pulang. Pulang kepada keikhlasan yang indah. Tidak ada nama lain selain nama-Mu saat aku membasahi sajadahku di penghujung malam.
Aku ingin pulang. Pada ketidak pedulian akan apa kata orang yang lebih sering mengganggu resonansi kemesraan kita. Merajut untaian panjang doa yang penuh kepasrahan dengan kecepatan maksimum.
Aku ingin pulang. Menghamba sepenuh jiwa merefleksikan asa yang bertumpuk. Menebal dalam medium harap akan cinta-Mu.
Aku ingin pulang. Rindu akan merdunya harmonis gelombang kepatuhan. Mempolarisasikan keputus asaan menjadi harapan akan esok hari yang penuh spectrum cahaya.
Berkecamuk tipuan dunia yang menyilaukan, menghitamkan hatiku akan kepekaan cinta-Mu. Membuatku sering merasa tak berteman, padahal Engkau selalu memfokuskan karunia-Mu.
Kefanaan yang memuakkan, kemunafikan yang menjijikkan, merambat tak terasa menutupi keikhlasan yang masih tertatih.
Godaan cinta semu, lirikan nikmat dunia, buaian ego yang menantang, memudarkan akan sejuknya mata air tawadhu’.
Berbasuh, kembali, berharap terpolarisasi lewat tetesan yang sejuk. Kembali menghadap-Mu dengan tertatih semampuku. Aku ingin pulang…


Aan Ade

Friday, October 28, 2011

Nice Words from Rendra

Sering kali aku berkata,
ketika orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan Nya,
bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya,
bahwa putraku hanya titipan Nya,
tetapi,
mengapa aku tak pernah bertanya,
mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?
Dan kalau bukan milikku,
apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat,
ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali,
kusebut itu sebagai musibah,
kusebut itu sebagai ujian,
kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja
untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.
Ketika aku berdoa,
kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas,
Dan kutolak sakit,
kutolak kemiskinan,
Seolah …
semua “derita” adalah hukuman bagiku.
Seolah …
keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika:
aku rajin beribadah,
maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan Nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang,
dan bukan Kekasih.
Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku”,
dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku,
Gusti,
padahal tiap hari kuucapkan,
hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah…
“ketika langit dan bumi bersatu,
bencana dan keberuntungan sama saja”


(WS Rendra).

Sunday, October 16, 2011

Lelaki yang Selalu Bersamaku


Ya. Dialah cinta pertamaku. Lelaki yang selalu bersamaku. Orang yang selalu ada untukku, mulai mengusap air mataku saat aku menangis, memberiku semangat saat aku terpuruk, sampai tersenyum bahagia saat aku bersorak gembira. Tangan kokohnya selalu ada untukku, bukan kokoh karena kekar, tapi kokoh karena telah menguatkan siapapun yang ada di dekatnya.
Lelaki itu selalu bersamaku. Dalam senyuman mentari dan derasnya air mata langit, dia tidak pernah berkata tidak untuk menjemputku. Selalu terpancar senyuman dalam setiap pertemuanku dengannya. Cukup membuatku untuk selalu merindukannya.
Bagi orang lain dia mungkin hanya lelaki biasa, tapi tentu saja berbeda untukku. Dialah yang teristimewa, selalu berkata iya untuk setiap keputusan indah yang kuambil meskipun itu beresiko. Selalu siap merengkuhku saat ternyata aku salah mengambil keputusan. Ah, lelaki terindah…
Meskipun berbagai macam jarum dan selang pernah memasuki tubuhnya karena kritis, tapi ternyata itu semua tak cukup untuk memudarkan senyumnya untukku. Ah, ternyata dia tidak pernah lupa untuk tersenyum padaku dalam segala kondisi. Lelaki itu yang selalu bersamaku. Meskipun sekarang obat adalah makanan rutinnya, tetapi dia selalu ribut ke dokter kalau aku yang sakit. Lelaki itu…
Kata orang cinta bisa tergantikan dengan cinta yang baru. Tapi entahlah, aku tidak punya cukup alasan untuk menggantikan cinta dan sosoknya di hidupku. Mungkin akan ada nama lain kelak, tapi tetap nama lelaki itulah yang terindah. Nama terindah untuk lelaki yang selalu bersamaku. Ayah.



Aan Ade

Saturday, October 8, 2011

Tentang Rasa

Ini bukan tentang apa-apa , karena memang tidak ada yang istimewa.
Ini hanya sekelumit kisah tentang rasa, yang semua orang tahu seringkali tidak sesuai dengan logika.
Sebuah kisah tentang persahabatan antara si Adam dan si Hawa yang menjadi benih rasa sayang, hm…

Siapa yang mampu menolak, tidak ada yang meminta juga mengapa harus ada rasa lain mewarnai persahabatan mereka.

Sedangkan di usia mereka yang bukan anak-anak lagi, mereka sadar bahwa mereka terlalu jauh berbeda. Lingkungan, keluarga, pendidikan, bahkan prinsip. Mereka juga sadar apa yang akan terjadi jika mereka memaksakan kehendak mereka untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dari sahabat.

Waktu berjalan normal, mereka berusaha mengabaikan apa yang mereka rasakan. Setelah masing2 mengungkapkan secara jujur apa yang mereka rasakan, mereka menjalani hari2 seperti biasa. Mereka berkomitmen bahwa apa yang mereka ungkapkan tidak akan merubah apapun, mereka tetep bersahabat dekat sebagaimana seperti saat mereka masih memendam perasaan masing-masing. Mereka sepakat untuk tidak menutup kemungkinan akan adanya sosok lain yang akan datang ke hati mereka suatu saat nanti.

Suatu ketika dengan sangat hati-hati si Adam mengungkapkan secara jujur pada si Hawa tentang adanya sosok lain yang datang dalam hati dan kehidupannya, karena si Adam khawatir hal ini akan melukai si Hawa. Yeah, karena mereka telah sepakat untuk hanya sekedar jujur dan tetap menjadi sahabat baik, si Hawa pun tidak berhak melarang dan menerimannya dengan berat. Tanpa sadar dia menangis, entah karena apa, yang jelas dia merasa sedikit nyeri di hatinya saat sahabatnya mengatakan itu. Cemburu? Mungkin. Tapi ya sudahlah, toh dia juga bisa lega karena sahabatnya telah menemukan tambatan hatinya. Dia hanya ingin sahabatnya bahagia dengan siapapun, karena dia tahu tidak mungkin sahabatnya bahagia dengannya.

Hari-hari dilalui mereka dengan wajar, hanya ada sedikit yang berbeda. Mereka tidak sedekat dulu. Ada rasa sungkan dan enggan untuk sekedar ber sms “say hello”. Masing-masing berusaha menerima kondisi itu dengan anggapan, mungkin memang itulah yang harus mereka jalani.

Hingga suatu malam entah ada angin apa si Hawa merasa begitu merindukan sahabatnya. Sudah beberapa hari mereka tidak saling berkomunikasi. Dia khawatir sahabatnya mengalami sesuatu yang tidak baik. Ah sebenarnya tidak hanya malam itu. Entah dia lupa untuk menghitung sudah berapa malam dia lalui dengan merindukan sahabatnya. Hanya saja dia tidak berani untuk menghubungi sahabatnya seperti dulu karena dia tahu ada sosok lain yang selalu menemani hari2 sahabatnya.

Yeah, akhirnya si hawa mengirim sms kepada sahabatnya, sms biasa, sekedar pengobat rasa ingin tahu dan kangen. Ternyata itu bukan sms terakhir, tanpa sadar sms mereka pun berlanjut sampai larut dan dilanjutkan dengan telepon. Si Adam mengaku kalau dia masih sangat sayang dan mengaku kalau sudah lama dia merindukan sahabat gadisnya itu. Hm, ternyata si Hawa tidak merasakan sendiri rasa rindu itu. Yah, mereka kembali jujur kalau ternyata rasa sayang diantara mereka bukannya pudar malah semakin menguat.

Akhirnya mereka sepakat untuk jujur pada perasaan mereka sendiri. Mereka masih sayang, dan itu mereka rasakan tanpa mereka minta dan mereka juga tak mampu untuk menghindarinya. Entah apa yang terjadi nanti, tidak ada yang tahu kemana takdir akan membawa rasa mereka, yang jelas rasa sayang itu yang mereka rasakan.

Rasa sayang milik semua orang, datang pada siapa saja, tanpa ada yang bisa meminta atau menolaknya. Hanya pilihan kepada mereka yang merasakan, memilih untuk mengakui atau menyimpannya dalam hati. Masing-masing ada resikonya. Karena rasa adalah anugerah, begitu juga dengan sayang dan rindu. Setiap orang berhak merasakan dan memberikan rasa sayang mereka kepada semua orang, baik teman, saudara, sahabat, atau siapapun, meskipun tidak bisa memiliki orang tersebut… 


Aan Ade

Monday, August 22, 2011

Tentang Ayah

Suatu ketika, ada seorang anak wanita yang bertanya kepada Ayahnya, tatkala tanpa sengaja dia melihat Ayahnya sedang mengusap wajahnya yang mulai berkerut-merut dengan badannya yang terbungkuk-bungkuk, disertai suara batuk-batuknya.

Anak wanita itu bertanya pada ayahnya : "Ayah, mengapa wajah Ayah kian berkerut-merut dengan badan Ayah yang kian hari kian terbungkuk ?" Demikian pertanyaannya, ketika Ayahnya sedang santai di beranda.

Ayahnya menjawab : "Sebab aku Laki-laki." Itulah jawaban Ayahnya. Anak wanita itu bergumam : "Aku tidak mengerti." Dengan kerut-kening karena jawaban Ayahnya membuatnya tercenung rasa penasaran.

Ayahnya hanya tersenyum, lalu dibelainya rambut anak wanita itu, terus menepuk-nepuk bahunya, kemudian Ayahnya mengatakan : "Anakku, kamu memang belum mengerti tentang Laki-laki." Demikian bisik Ayahnya, yang membuat anak wanita itu tambah kebingungan.

Karena penasaran, kemudian anak wanita itu menghampiri Ibunya lalu bertanya kepada Ibunya : "Ibu, mengapa wajah Ayah jadi berkerut-merut dan badannya kian hari kian terbungkuk ? Dan sepertinya Ayah menjadi demikian tanpa ada keluhan dan rasa sakit ?"

Ibunya menjawab : "Anakku, jika seorang Laki-laki yang benar-benar ertanggung-jawab terhadap keluarga itu memang akan demikian." Hanya itu jawaban sang Ibu.

Anak wanita itupun kemudian tumbuh menjadi dewasa, tetapi dia tetap saja penasaran, mengapa wajah Ayahnya yang tadinya tampan menjadi berkerut-merut dan badannya menjadi terbungkuk-bungkuk ?

Hingga pada suatu malam, anak wanita itu bermimpi. Di dalam impian itu seolah-olah dia mendengar suara yang sangat lembut, namun jelas sekali. Dan kata-kata yang terdengar dengan jelas itu ternyata suatu rangkaian kalimat sebagai jawaban rasa kepenasarannya selama ini.


"Saat Ku-ciptakan Laki-laki, aku membuatnya sebagai pemimpin keluarga serta sebagai tiang penyangga dari bangunan keluarga, dia senantiasa akan berusaha untuk menahan setiap ujungnya, agar keluarganya merasa aman, teduh dan terlindungi."

"Ku-ciptakan bahunya yang kekar dan berotot untuk membanting-tulang menghidupi seluruh keluarganya dan kegagahannya harus cukup kuat pula untuk melindungi seluruh keluarganya."

"Ku-berikan kemauan padanya agar selalu berusaha mencari sesuap nasi yang berasal dari tetes keringatnya sendiri yang halal dan bersih, agar keluarganya tidak terlantar, walaupun seringkali dia mendapat cercaan dari anak-anaknya."

"Ku-berikan keperkasaan dan mental baja yang akan membuat dirinya pantang menyerah, demi keluarganya dia merelakan kulitnya tersengat panasnya matahari, demi keluarganya dia merelakan badannya berbasah kuyup kedinginan karena tersiram hujan dan dihembus angin, dia relakan tenaga perkasanya terkuras demi keluarganya, dan yang selalu dia ingat, adalah disaat semua orang menanti kedatangannya dengan mengharapkan hasil dari jerih-payahnya."

"Kuberikan kesabaran, ketekunan serta keuletan yang akan membuat dirinya selalu berusaha merawat dan membimbing keluarganya tanpa adanya keluh kesah, walaupun disetiap perjalanan hidupnya keletihan dan kesakitan kerapkali menyerangnya."

"Ku-berikan perasaan keras dan gigih untuk berusaha berjuang demi mencintai dan mengasihi keluarganya, didalam kondisi dan situasi apapun juga, walaupun tidaklah jarang anak-anaknya melukai perasaannya, melukai hatinya. Padahal perasaannya itu pula yang telah memberikan perlindungan rasa aman pada saat dimana anak-anaknya tertidur lelap. Serta sentuhan perasaannya itulah yang memberikan kenyamanan bila saat dia sedang menepuk-nepuk bahu anak-anaknya agar selalu saling menyayangi dan saling mengasihi sesama saudara."

"Ku-berikan kebijaksanaan dan kemampuan padanya untuk memberikan pengertian dan kesadaran terhadap anak-anaknya tentang saat kini dan saat mendatang, walaupun seringkali ditentang bahkan dilecehkan oleh anak-anaknya."

"Ku-berikan kebijaksanaan dan kemampuan padanya untuk memberikan pengetahuan dan menyadarkan, bahwa Isteri yang baik adalah Isteri yang setia terhadap Suaminya, Isteri yang baik adalah Isteri yang senantiasa menemani, dan bersama-sama menghadapi perjalanan hidup baik suka maupun duka, walaupun seringkali kebijaksanaannya itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada Isteri, agar tetap berdiri, bertahan, sejajar dan saling melengkapi serta saling menyayangi."

"Ku-berikan kerutan diwajahnya agar menjadi bukti, bahwa Laki-laki itu senantiasa berusaha sekuat daya pikirnya untuk mencari dan menemukan cara agar keluarganya bisa hidup didalam keluarga sakinah dan badannya yang terbungkuk agar dapat membuktikan, bahwa sebagai Laki-laki yang bertanggung jawab terhadap seluruh keluarganya, senantiasa berusaha mencurahkan sekuat tenaga serta segenap perasaannya, kekuatannya, keuletannya demi kelangsungan hidup keluarganya."

"Ku-berikan kepada Laki-laki tanggung-jawab penuh sebagai pemimpin keluarga, sebagai tiang penyangga, agar dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Dan hanya inilah kelebihan yang dimiliki oleh Laki-laki, walaupun sebenarnya tanggung-jawab ini adalah amanah di dunia dan akhirat."

Terbangun anak wanita itu, dan segera dia berlari, bersuci, berwudhu dan melakukan shalat malam hingga menjelang subuh. Setelah itu dia hampiri bilik Ayahnya yang sedang berdzikir, ketika Ayahnya berdiri anak wanita itu merengkuh dan mencium telapak tangan Ayahnya.

"Aku mendengar dan merasakan bebanmu, Ayah."

~ Author Unknown~

Sahabatku, masih ada perasaan bencikah di hatimu terhadap ayahmu, yang mungkin perilakunya yang tidak sesuai dengan keinginan kita?

Sudahkah engkau membandingkan segala kekurangan beliau, dengan segala jasa beliau kepada kita sejak kita masih dalam kandungan ibu?

Terkadang tanpa sadar, masih banyak diantara kita yang kurang bangga terhadap ayah kita, karena pekerjaan beliau.

Kita merasa malu ketika banyak orang mengetahui orang tua kita hanya orang desa, yang kuper. Ah… layakkah kita disebut anak yang sholeh?


Peluklah beliau… dan katakan, "Aku mendengar dan merasakan bebanmu, Ayah… Maafkan diri ini yang selalu menambah bebanmu…”

 Aku berjanji akan menjadi yang terbaik untukmu,
aku juga berjanji akan selalu bahagia. Seperti yang selalu kau bilang kepadaku, "Kebahagiaan ayah adalah saat melihatmu bahagia menjadi dirimu sendiri."
...

  Trimakasih telah membaca cerita ini... semoga bermanfaat.