Sering kali aku berkata,
ketika orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan Nya,
bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya,
bahwa putraku hanya titipan Nya,
tetapi,
mengapa aku tak pernah bertanya,
mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?
Dan kalau bukan milikku,
apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat,
ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali,
kusebut itu sebagai musibah,
kusebut itu sebagai ujian,
kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja
untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.
Ketika aku berdoa,
kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas,
Dan kutolak sakit,
kutolak kemiskinan,
Seolah …
semua “derita” adalah hukuman bagiku.
Seolah …
keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika:
aku rajin beribadah,
maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan Nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang,
dan bukan Kekasih.
Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku”,
dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku,
Gusti,
padahal tiap hari kuucapkan,
hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah…
“ketika langit dan bumi bersatu,
bencana dan keberuntungan sama saja”
(WS Rendra).
Friday, October 28, 2011
Sunday, October 16, 2011
Lelaki yang Selalu Bersamaku
Ya. Dialah cinta pertamaku. Lelaki yang selalu bersamaku. Orang yang selalu ada untukku, mulai mengusap air mataku saat aku menangis, memberiku semangat saat aku terpuruk, sampai tersenyum bahagia saat aku bersorak gembira. Tangan kokohnya selalu ada untukku, bukan kokoh karena kekar, tapi kokoh karena telah menguatkan siapapun yang ada di dekatnya.
Lelaki itu selalu bersamaku. Dalam senyuman mentari dan derasnya air mata langit, dia tidak pernah berkata tidak untuk menjemputku. Selalu terpancar senyuman dalam setiap pertemuanku dengannya. Cukup membuatku untuk selalu merindukannya.
Bagi orang lain dia mungkin hanya lelaki biasa, tapi tentu saja berbeda untukku. Dialah yang teristimewa, selalu berkata iya untuk setiap keputusan indah yang kuambil meskipun itu beresiko. Selalu siap merengkuhku saat ternyata aku salah mengambil keputusan. Ah, lelaki terindah…
Meskipun berbagai macam jarum dan selang pernah memasuki tubuhnya karena kritis, tapi ternyata itu semua tak cukup untuk memudarkan senyumnya untukku. Ah, ternyata dia tidak pernah lupa untuk tersenyum padaku dalam segala kondisi. Lelaki itu yang selalu bersamaku. Meskipun sekarang obat adalah makanan rutinnya, tetapi dia selalu ribut ke dokter kalau aku yang sakit. Lelaki itu…
Kata orang cinta bisa tergantikan dengan cinta yang baru. Tapi entahlah, aku tidak punya cukup alasan untuk menggantikan cinta dan sosoknya di hidupku. Mungkin akan ada nama lain kelak, tapi tetap nama lelaki itulah yang terindah. Nama terindah untuk lelaki yang selalu bersamaku. Ayah.Aan Ade
Saturday, October 8, 2011
Tentang Rasa
Ini bukan tentang apa-apa , karena memang tidak ada yang istimewa.
Ini hanya sekelumit kisah tentang rasa, yang semua orang tahu seringkali tidak sesuai dengan logika.
Sebuah kisah tentang persahabatan antara si Adam dan si Hawa yang menjadi benih rasa sayang, hm…
Siapa yang mampu menolak, tidak ada yang meminta juga mengapa harus ada rasa lain mewarnai persahabatan mereka.
Sedangkan di usia mereka yang bukan anak-anak lagi, mereka sadar bahwa mereka terlalu jauh berbeda. Lingkungan, keluarga, pendidikan, bahkan prinsip. Mereka juga sadar apa yang akan terjadi jika mereka memaksakan kehendak mereka untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dari sahabat.
Waktu berjalan normal, mereka berusaha mengabaikan apa yang mereka rasakan. Setelah masing2 mengungkapkan secara jujur apa yang mereka rasakan, mereka menjalani hari2 seperti biasa. Mereka berkomitmen bahwa apa yang mereka ungkapkan tidak akan merubah apapun, mereka tetep bersahabat dekat sebagaimana seperti saat mereka masih memendam perasaan masing-masing. Mereka sepakat untuk tidak menutup kemungkinan akan adanya sosok lain yang akan datang ke hati mereka suatu saat nanti.
Suatu ketika dengan sangat hati-hati si Adam mengungkapkan secara jujur pada si Hawa tentang adanya sosok lain yang datang dalam hati dan kehidupannya, karena si Adam khawatir hal ini akan melukai si Hawa. Yeah, karena mereka telah sepakat untuk hanya sekedar jujur dan tetap menjadi sahabat baik, si Hawa pun tidak berhak melarang dan menerimannya dengan berat. Tanpa sadar dia menangis, entah karena apa, yang jelas dia merasa sedikit nyeri di hatinya saat sahabatnya mengatakan itu. Cemburu? Mungkin. Tapi ya sudahlah, toh dia juga bisa lega karena sahabatnya telah menemukan tambatan hatinya. Dia hanya ingin sahabatnya bahagia dengan siapapun, karena dia tahu tidak mungkin sahabatnya bahagia dengannya.
Hari-hari dilalui mereka dengan wajar, hanya ada sedikit yang berbeda. Mereka tidak sedekat dulu. Ada rasa sungkan dan enggan untuk sekedar ber sms “say hello”. Masing-masing berusaha menerima kondisi itu dengan anggapan, mungkin memang itulah yang harus mereka jalani.
Hingga suatu malam entah ada angin apa si Hawa merasa begitu merindukan sahabatnya. Sudah beberapa hari mereka tidak saling berkomunikasi. Dia khawatir sahabatnya mengalami sesuatu yang tidak baik. Ah sebenarnya tidak hanya malam itu. Entah dia lupa untuk menghitung sudah berapa malam dia lalui dengan merindukan sahabatnya. Hanya saja dia tidak berani untuk menghubungi sahabatnya seperti dulu karena dia tahu ada sosok lain yang selalu menemani hari2 sahabatnya.
Yeah, akhirnya si hawa mengirim sms kepada sahabatnya, sms biasa, sekedar pengobat rasa ingin tahu dan kangen. Ternyata itu bukan sms terakhir, tanpa sadar sms mereka pun berlanjut sampai larut dan dilanjutkan dengan telepon. Si Adam mengaku kalau dia masih sangat sayang dan mengaku kalau sudah lama dia merindukan sahabat gadisnya itu. Hm, ternyata si Hawa tidak merasakan sendiri rasa rindu itu. Yah, mereka kembali jujur kalau ternyata rasa sayang diantara mereka bukannya pudar malah semakin menguat.
Akhirnya mereka sepakat untuk jujur pada perasaan mereka sendiri. Mereka masih sayang, dan itu mereka rasakan tanpa mereka minta dan mereka juga tak mampu untuk menghindarinya. Entah apa yang terjadi nanti, tidak ada yang tahu kemana takdir akan membawa rasa mereka, yang jelas rasa sayang itu yang mereka rasakan.
Rasa sayang milik semua orang, datang pada siapa saja, tanpa ada yang bisa meminta atau menolaknya. Hanya pilihan kepada mereka yang merasakan, memilih untuk mengakui atau menyimpannya dalam hati. Masing-masing ada resikonya. Karena rasa adalah anugerah, begitu juga dengan sayang dan rindu. Setiap orang berhak merasakan dan memberikan rasa sayang mereka kepada semua orang, baik teman, saudara, sahabat, atau siapapun, meskipun tidak bisa memiliki orang tersebut…
Aan Ade
Subscribe to:
Posts (Atom)